PADA 31 Agustus 2022 lalu PBB melalui Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) merilis pernyataan-pernyataan mengenai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang, China, yang sebetulnya merupakan siklus usang yang terus-menerus dihembuskan untuk melakukan aksi provokasi melalui media khususnya ditujukan kepada negara-negara Muslim di dunia. Kemudian, pada 6 Oktober 2022 UN Human Rights Council melakukan voting yang diikuti oleh 47 anggota, menunjukkan bahwa hanya 17 negara yang setuju untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dengan dugaan pelanggaran HAM di Xinjiang.
BACA JUGA: Laporan PBB: China Kemungkinan Lakukan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan di Xinjiang
Kebanyakan negara-negara yang setuju tersebut merupakan sekutu atau yang lebih dikenal dengan ‘friends of the West’, sementara 19 negara lainnya, termasuk Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas populasi Muslim dunia memilih untuk tidak pro Barat dalam hal ini.
Sikap yang diambil oleh Indonesia ini lebih mempertimbangkan kenyataan yang terjadi di Xinjiang denan narasi-narasi yang berkembang di Barat, terutama yang terkait dengan genosida dan pelanggaran HAM di Xinjiang. Pelanggaran HAM di Xinjiang memang ada, tetapi tidak sampai dengan tahap genosida seperti yang digambarkan oleh dunia dan media Barat. Selain itu, 11 negara lainnya termasuk India dan Malaysia ternyata lebih memilih untuk abstain dalam voting ini.
BACA JUGA: Indonesia dan 18 Negara Tolak Debat PBB Soal Pelanggaran HAM Uighur Xinjiang, Ini Alasannya
Hal ini menunjukkan bahwa ketika suatu isu terus-menerus dihembuskan dan diulangi, kemudian juga tidak ada langkah nyata atau bantuan apapun dari negara-negara Barat untuk menyelesaikan permasalahan Xinjiang maka public lebih memilih untuk yakin bahwa isu Xinjiang sebenarnya isu yang sengaja dibuat-buat untuk menjatuhkan China dengan dalih HAM.