Merasa terancam dan lelah menghadapi aksi seperatisme pro-Rusia, Ukraina pun meminta perlindungan keamanan dengan mengajukan permohonan sebagai anggota NATO. Langkah defensif Ukraian jelas membuat Rusia tak senang.
Di tengah suhu politik yang kian memanas, menarik membaca tulisan seorang jurnalis senior sekaligus pakar Ilmu Hubungan Internasional ternama Rusia Fyodor Lukyanov berjudul Russia has made a breakthrough with NATO. Dalam tulisan yang dipublish dan menjadi headlines di sejumlah portal news di berbagai negara tersebut, Lukyanov menyatakan bahwa NATO telah menjadikan negara-ngara bekas Uni Soviet sebagai mangsa baru dalam rangka melakuan ekpansi di kawasan Eropa.
Jurnalis bergelar professor ini juga menuding Ambisi NATO yang terus merangsek melakukan ekpansi di Eropa Timur hingga masuk ke halaman Rusia dalam hal ini Ukraina membuka tabir tentang wajah aslinya yang bermuka dua atau menerapkan standar ganda yang berkelindan dengan kepentingan AS sebagai aktor intelektual dari persekutuan pertahanan Amerika Utara dan Eropa tersebut.
Baca juga: Putin: Ukraina Bergabung ke NATO Berpotensi Picu Perang Rusia-Prancis
“The standoff over NATO expansion could arguably be a blessing in disguise, as it very swiftly removed the layer of hypocrisy with which these relations have been thickly coated. The varnish was a mix of two-facedness, double-talk and self-delusion, with a fair share of ideological dogma,” tulisnya.
Tidak hanya kalimat di atas, ia juga menyindir pakta pertahanan ini tidak pernah bisa solid karena perbedaan kepentingan di antara anggotanya bahkan ia mencapnya tidak konsisten.
Baca juga: 14 Negara Ini Terancam Hancur Jika Perang Dunia III Pecah
Lebih lanjut, ia mempertanyakan sikap NATO yang menabur bensin demi menyulut kobaran api dalam konflik Rusia tersebut padahal situasi sudah berubah, dan perubahan itu pun sama sekali tidak memihak Jerman atau Eropa, sementara itu kata Lukyanov, China justeru telah bangkit menjadi sebuah kekuatan besar dan belum tentu bersahabat.