JAKARTA – Donald Trump terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) Ke-47 setelah kemenangannya dalam pemilihan presiden AS (Pilpres AS) atas kandidat dari Partai Demokrat, Kamala Harris. Kemenangan Trump menjadi sebuah kebangkitan politik besar bagi taipan real estate New York itu, yang akhir masa jabatan pertamanya pada 2020 diwarnai dengan serangkaian kontroversi yang dapat mengakhiri karier politiknya, bahkan membuatnya mendekam dalam penjara.
Masa jabatan pertama Trump berakhir dengan sebuah peristiwa besar, yang dikenal sebagai peristiwa 6 Januari, tanggal saat pendukungnya menyerbu Gedung Capitol di Washington untuk menghentikan penghitungan suara elektoral yang mengesahkan kemenangan Joe Biden dalam Pilpres AS 2020.
Insiden di awal 2021 itu berbuntut pada pemakzulan Trump oleh Kongres AS atas dugaan perannya dalam memprovokasi pendukungnya untuk melakukan peristiwa tersebut. Meski kemudian dia dinyatakan tak bersalah oleh Senat AS, peristiwa 6 Januari terus menjadi ‘noda’ yang digunakan lawan politik Trump untuk menyerangnya.
Peristiwa ini tidak hanya menjadi salah satu masalah hukum yang dihadapi Trump sepanjang perjalanannya untuk kembali ke Gedung Putih, tetapi juga menjadi tantangan bagi keabsahannya untuk kembali mencalonkan diri sebagai Presiden AS.
Satu hal yang menolong Trump dalam upayanya untuk kembali menjabat sebagai Presiden AS adalah kepopulerannya yang tetap tinggi di mata para pendukungnya, terutama dari kelompok sayap kanan AS. Slogan ‘Make America Great Again’ (Buat Amerika Kembali Hebat) atau MAGA, yang digaungkan Trump sejak kampanye masa jabatan pertamanya pada 2016, menjadi sebuah jargon politik yang efektif mempertahankan dukungan bagi pria berusia 78 tahun itu di tengah berbagai kontroversi dan masalah hukum.